Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAMBUT PALSU (19)

RAMBUT PALSU (19)

#Tantangangurusiana(140)

Aku segera mematikan mesin motor, sementara Rio menyongsong memperkenalkan diri.

"Saya Rio, Mas. Ini teman saya, Dea. Kami ada perlu sebentar dengan Mas Sony,"

Kulihat Sony tidak langsung menjawab. Wajahnya tampak kebingungan dan gelisah. Melihat aku dan Rio dengan penuh curiga. Untung sang ibu dengan ramah mengajak kembali masuk rumah. Sony mengikuti dengan pasrah.

Sejenak Rio menjadi juru bicara alasan mencarinya.

"Bermula dari hobi Tasya berganti-ganti rambut palsu, hingga mengarah pada misteri tentang Mbak Miriam yang kini sakit keras...,"

Roy bertutur dengan intonasi yang merendah. Bagaimanapun kami tak ingin intervensi. Tapi Tasya sedang membutuhkan bantuan Sony.

"Berarti yang menemuiku adalah Tasya? Bukan Miriam?" gumam Sony linglung setelah Roi mengakhiri ceritanya.

"Dia, Tasya, teman kami. Itu alasan utama kami menemui Mas Sony. Kami sangat membutuhkan bantuanmu, Mas," ujarku membujuknya.

"Aku tidak tahu, siapa yang tadi menemuiku. Tasya atau Miriam?"

Sony sedang berbenah hendak pulang. Hari ini dia ngamen di bus kota. Sudah biasa baginya menitipkan gitar tuanya, di pojok kamar penyimpanan barang bekas musholah terminal.

Tak berpikir apapun, sesaat dia mendengar suara orang bernyanyi. Sony berpikir ada pengunjung musholah yang iseng sedang bernyanyi. Tapi saat telinganya semakin mendengar lagu itu, dia kaget. Itu adalah lagu yang sangat disukai Miriam. Bahkan dia menemani Miriam menonton filmnya hingga tiga kali. Film Ainun dan Habibie.

"Manakala hati, menggeliat mengusik renungan.

Mengulang kenangan, saat cinta menemui cinta...,"

Sony tertegun. Lagu itu jelas terekam dalam memorinya. Saat dia mencari sumber suara, dan mendapati Miriam berdiri di depannya. Tersenyum dengan bibir berdendang.

"Suara sang malam dan siang seakan berlagu.

Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku...,"

Sony menggigil dalam rasa berdosa. Lagu itu menggiring memori pada masa-masa indah bersama Miriam.

"Saat aku tak lagi di sisimu

Kutunggu kau di ke abadian...,"

Bait itu memaksa Sony terduduk dalam tangis. Sementara Miriam seolah meninabobok seorang bayi, dia terus mendendangkan lagu kesayangannya itu.

"Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu.

Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku.

Sukmaku berteriak, menegaskan kucinta padamu...,"

"Miriaaammmm, ampuni aku...., maafkan aku...," lolong Sony meningkah suara yang seolah memekakkan telinganya. Dan menyayat-nyayat seluruh isi hatinya.

"Saat aku tak lagi di sisimu. Kutunggu kau di keabadian..."

Miriam mendekat, dan mengelus kepala Sony yang terduduk di depannya dengan tangis yang meraja.

"Lagu itu juga yang aku dengar dalam gumam di malam-malam aku terjaga...," aku tak kuasa menahan tangis dengan bulu roma yang meremang di sekujurnya. Airmataku menetes dan terus menetes seolah Mbak Miriam ada di depanku dengan segenap penderitaan cintanya.

"Bahkan dalam perasaan terluka yang luar biasa, Mbak Miriam tetap mencintaimu. Tak melukaimu. Bahkan mengelu kepalamu, Mas...hik hik hik...," kembali aku menangis dalam kemarahan yang terpendam. Kemarahan atas perbuatan Sony atas cinta sejati Mbak Miriam.

Rio berupaya menenangkan dengan memelukku. Pada bahunya kutumpahkan kesedihan duka lara yang dialami Mbak Miriam. Sementara kulihat Sony berulang kali mengusap airmatanya.

"Aku memang laki-laki bodoh dan kejam. Bahkan setelah aku mendengar bahwa dia kecelakaan, tak kunjung menemuinya. Untuk sekedar menjelaskan dan meminta maaf padanya. Aku sungguh lelaki tak punya nyali. Derita yang saat ini kualami, tetap tak sepadan dengan luka di hati Miriam," gumam Sony di selah-selah tangisnya.

Sejenak suasana hening. Keheningan yang dipecah oleh suara adzan Mahrib. Suara adzan yang hadir dengan irama yang menenangkan hati. Aku larut dalam seruan yang memuji atas segala rahmat Allah.

"Aku akan datang menemuinya, meski terlambat. Orangtuanya berhak untuk mendengar kata maaf dariku...,"

Aku saling beradu pandang dengan Roy. Tujuanku tercapai tanpa harus membujuk Sony menemui Mbak Miriam. Serasa lega hati ini. Maka secepatnya aku meminta ijin pulang, dengan bayangan Tasya di pelupuk mata.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lanjut Bunda...

14 Jul
Balas

Terimakasih ya...

14 Jul



search

New Post